Kamis, 03 Desember 2009

Kerinduan



Apakah Mas Mengerti..?


Bukan orang yang sekedar tahu, tentang apa yang Mas suka dan apa yang Mas benci, Tapi orang yang mengerti apa yang terbaik buat Mas.. Bukan orang yang sengaja perhatian sama Mas, Tapi orang yang mau mau mengerti keadaan Mas.. Bukan orang yang ingin memiliki Mas , Tapi orang yang rela kehilangan Mas, demi kebahagiaan Mas.. Bukan orang yang berani sentuh Mas, Tapi orang yang merasa Mas terlalu suci untuk disentuh.. Bukan orang yang suka keindahan pada diri Mas, Tapi orang yang mau menerima Mas apa adanya.. Jika suatu hari nanti Mas merasa ingin menangis, panggil adek... adek janji, adek akan membuat Mas tertawa.. Jika suatu hari nanti Mas ingin berlari, jangan ragu untuk memanggil adek, adek tidak akan menyuruh Mas berhenti... tapi adek akan berlari bersama Mas... Jika suatu hari nanti Mas tidak ingin mendengarkan siapapun, Maka panggil adek, adek janji akan diam selama kapanpun Mas pinta... Tapi jika suatu hari Mas memanggil ku dan tak ada jawaban dari adek... maka cepatlah datang dan lihatlah adek... Mungkin adek membutuhkan Mas Alan...

****

Selasa, 01 Desember 2009

http://dl7.glitter-graphics.net/pub/513/513727mzfgbailft.gif

Selasa, 06 Oktober 2009

Baitul Maal Wat Tamwil



BMT adalah sebutan ringkas dari Baitul Maal Wat Tamwil, padanan nama dari Balai Usaha Mandiri Terpadu.
Kegiatan Baitul Maal Wat Tamwil adalah pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil diantaranya dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonominya dengan sistem Syari’ah.

Apa itu BMT ?
· BMT adalah sebutan ringkas dari Baitul Maal Wat Tamwil, padanan nama dari Balai Usaha Mandiri Terpadu.
· Kegiatan Baitul Maal Wat Tamwil adalah pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil diantaranya dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonominya dengan sistem Syari’ah.
· Kegiatan Baitul Maal adalah menerima titipan BAZ/LAZ dan dana zakat, infaq dan shadaqah dan menjalankannya sesuai dengan aturan dan amanah dari penitip (muzakki).
Apa ciri utama BMT
· Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan permanfaatan ekonomi paling bawah untuk anggota dan lingkungannya.
· Bukan lembaga sosial, tetapi dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infaq, dan shadaqah bagi kesejahteraan ummat.
· Ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran dari masyarakat sekitar.
· Milik bersama masyarakat kecil bawah dari lingkungan BMT, bukan milik orang peroran atau milik orang lain dari luar masyarakat tersebut.
· BMT mengadakan pengajian rutin dan pembinaan secara berkala yang waktu dan tempatnya ditentukan.
· Manajemen BMT adalah profesional dan sesuai Syari’ah.
· Menejer Manajemen BMT minimal berpendidikan SI, pengelola dilatih pertama kali selama 2 pekan oleh PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
· Administrasi pembukaan dan prodesur ditata dengan sistem manajemen keuangan yang rapi/komputeristik dan ilmiah.
· Aktif menjemput bola, beranjangsana dan berprakarsa.
Mengapa harus mendirikan dan mengembangan BMT.
· Pembangunan nasional dan pemberdayaan ummat harus dipercepat.
· Hasil pembangunan cendrung berdampak kesenjangan sosial (Ekonomi Kapitalis).
· Sebagian penduduk golongan ekonomi lemah dan tertinggal, terjerat rentenir dan bunga.
· Kurang mengenal bank sebagai lembaga keuangan dan kurangnya pengetahuan tentang bunga (riba) yang hukumnya adalah haram.
· Bank sulit membiayai mereka karena biaya bank terlalu mahal untuk usaha kecil (Overhead cost).


Apakah kelayakan Pendirian BMT
BMT layak berdiri bila memenuhi kriteria :
· Ada praktek rentenir atau lintah darat.
· Ada potensi usaha kecil yang dapat dikembangkan.
· Dari rancangan keuangan diketahui :
· Adanya modal pendiri (Kecukupan modal).
· Ada sejumlah toko yang merasa memiliki dan bertanggung jawab.
· Adanya komitmen pemberdayaan ekonomi ummat.


Berapa Besar Modal BMT
· BMT didirikan dengan modal awal sebesar 20 juta rupiah atau lebih. Namun jika terdapat kesulitan dalam mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan modal 10 juta rupiah.
Berapa Jumlah Anggota Pendiri
Pembatasan jumlah 20-44 anggota pendiri diperlukan, agar BMT menjadi milik masyarakat setempat dan berkembang dengan berkelanjutan mendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil. Diperlukan sejumlah anggota inti yang layak, tidak terlalu bagus, sehingga memudahkan dalam mengambil keputusan.


Apa Badan Hukum BMT
BMT dapat didirikan dalam bentuk KSM atau Koperasi.
a. KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dengan mendapat sertifikasi kemitraan dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
b. Koperasi serba usaha atau koperasi simpan pinjam, memerlukan anggota pendiri minimal 22-44 orang.
Selanjutnya bila BMT sudah memiliki modal di atas 500 juta rupiah maka BMT boleh beralih menjadi BPR Syari’ah.


Bagaimana Tahap Pendirian BMT
a. Pemrakarsa pembentukan panitia persiapan BMT (P3B) dilokasi ; jama’ah masjid, pondok pesantren, desa muslim, kelurahan, kecamatan, kota atau lainnya.
b. P3B mencari modal awal sebesar 20 juta atau minimal 10 juta untuk segera memulai langkah operasional dana ini dapat berasal dari perorangan, lembaga, yayasan, BAZ, Pemda atau sumber lainnya.
c. Atau langsung mencari pemodal-pemodal sendiri dari sekita 20-44 orang hingga modal terkumpul 10-20 juta.
d. Jika calon pemodal telah ada maka dipilih calon pengurus yang ramping (3-5 orang) yang akan mewakili pendiri dalam mengarahkan kebijakan BMT.
e. Melatih calon pengelola dengan menghubungi PINBUK.
f. Melaksanakan persiapan kantor dan warkat-warkat yang diperlukan.
g. Menjalankan operasional bisnis BMT.

Bagaimana Prospek BMT
Secara ringkas tujuan dan dampak positif BMT antara lain :
a. Menyalurkan dana untuk usaha bisnis kecil dengan mudah dan bersih, karena didasarkan pada kemudahan dan bebas riba/bunga.
b. Memperbaiki/meningkatkan taraf hidup masyarakat bawah.
c. Lembaga keuangan alternatif yang mudah diakses oleh masyarakat bawah dan bebas riba/bunga.
c. Lembaga untuk memberdayakan ekonomi ummat.



Rabu, 13 Mei 2009

ANALISIS SOSIAL

ANSOS

Dalam Mencari Pemecahan atas masalah-masalah sosial, kita harus mencari cara-cara jitu walaupun lama dan menelan waktu. Barangkali itulah sebabnya mengapa banyak diantara cendikiawan dalam masyarakat ini gagal mencapai tujuan yang dicita-citakan, karma mencoba melewati sebuah jalan pintas yang belum tentu menghadirkan sebuah hasil positif dan manfaat untuk jangka panjang di masyarakat (Ali Shariati)

Bahwa sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang disebut masalah sosial berkutat didalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi. Dengan kata lain das sein selalu tidak sesuai das sollen.

Pada jalur yang searah, sejak tumbuhnya ilmu pengetahuan sosial yang mempunyai obyek studi kehidupan masyarakat, maka sejak itu pula studi masalah sosial mulai dilakukan. Dari masa ke masa para sosiolog mengumpulkan dan mengkomparasikan hasil studi melalui beragam perspektif dan fokus perhatian yang berbeda-beda, hingga pada akhirnya semakin memperlebar jalan untuk memperoleh pandangan yang komprehensif serta wawasan yang luas Dalam memahami dan menjelaskan fenomena sosial.
Metode analisis sosial ini dapat dipergunakan untuk menganalisis satuan-satuan sosial (misalnya desa, Ormas), masalah-masalah sosial (misalnya pengangguran, narkoba, masalah kepelajaran/pendidikan) lembaga-lembaga sosial (misal sekolah, proyek pembangunan). Dls. Langkah-langkah konkret berikut ini pertama-tama dimaksudkan untuk ditempuh bersama-sama dalam bentuk kelompok kerja oleh orang yang berkepentingan atau berminat, Biasanya didampingi oleh seseorang yang sudah berpengalaman dan/ atau yang bisa membantu sebagai nara sumber.

Langkah 1-6 merupakan usaha mengadakan, mengatur dan mempersiapkan bahan analisis. Dalam langkah 7-10 bahan itu dianalisis secara mendalam. Langkah 11 merupakan refleksi etis (teologis). Langkah 12 adalah awal pemanfaatan usaha analisis demi praksis dan politik yang kreatif. Kalau ada waktu secukupnya, maka semua langkah bisa dijalankan satu demi satu. Kalau waktu tidak cukup luas, maka sekurang-kurangnya beberapa langkah penting sebaiknya dijalankan dengan memakai bahan bantuan dari pendamping analisis.

Langkah - Langkah Konkret – Praktis

  1. Memilih dan menentukan sasaran analisis. Pilihan itu harus didasari oleh alasan-alasan yang masuk akal.
  2. Masing-masing peserta kelompok mengungkapkan dan mempertanggungjawabkan pendirian pribadi. Dengan kata lain, premis-premis nilai mereka yang hendak menjadi landasan dan tolak ukur sementara dalam usaha menganalisis sasaran yang sudah dipilih. Langkah ini lebih merupakan tukar pikiran (sharing) daripada diskusi dan mengadaikan keterbukaan untuk koreksi atau pengembangan pendirian itu.
    Deskripsi: seperti apa keadaannya?
  3. Mengumpulkan fakta dan data dalam segala bentuk (a.l. pengalaman, informasi lisan, statistik, laporan, angket kecil, observasi, guntingan koran) yang masih bersifat agak kebetulan dan kurang teratur (brainstorming). Dengan demikian dapat diperoleh sekedar deskripsi masalah yang hendaknya tidak dicampuradukkan dengan penilaian pribadi.
  4. Mengelompokkan fakta dan data tersebut secara pragmatis ke dalam tiga kolom bidang kehidupan masyarakat, yaitu: (a) politik, (b) ekonomi dan (c) sosio-budaya. Seperlunya dan sesuai dengan sasaran analisis dapat ditambah satu kolom lagi, misalnya (d) IRM/ Muhammadiyah. Ke dalam kolom-kolom itu bisa dimasukkan fakta dan data tambahan, terutama yang menyangkut kerangka dan masalah-masalah nasional, umpamanya dengan bantuan istilah-istilah klasifikasi dari ketiga bidang di atas.
  5. Fakta dan data dalam masing-masing kolom itu dirangkum secara sistematis per kolom ke dalam kira-kira 10 rumusan pokok yang mengungkapkan suatu masalah, hubungan sebab akibat, dst. Secara singkat, mengena dan padat; jadi jangan terlalu umum atau terlalu khusus. Seringkali satu atau dua kata kunci (antar kurung bisa ditambah beberapa kata konkretisasi) sudah memadai dan paling mudah untuk kerja kelompok selanjutnya. Sekedar contoh: birokrasi (berbelit-belit, simpang siur, kaku, sewenang-wenang); jurang kaya-misin melebar (kemewahan, pemborosan, pendapatan).
  6. Memberikan bobot terhadap rumusan-rumusan pokok di dalam masing-masing kolom itu menurut mendesaknya (masalah besar) dan/atau pentingnya (faktor strategis) kenyataan yang diungkapkan oleh tiap-tiap rumusan. Langkah ini juga bisa ditempuh lewat pemberian nilai bobot secara kuantitatif (nilai 10 untuk rumusan terpenting, nilai 9 untuk urutan kedua, dst) oleh masing-masing peserta. Kemudian hasilnya dijumlahkan dan dibahas bersama sehingga kelompok masih bisa mengadakan perubahan secara mufakat. Pembobotan ini hendak berdasarkan pengetahuan, tetapi jelas juga mengandung nilai-nilai.

Analisis mengapa keadaan itu demikian? Apa latar belakangnya?

  1. Terhadap bahan yang sudah disiapkan ini perlu dikemukakan pertanyaan terus-menerus: Mengapa semua itu demikian? Apa sebab-musababnya yang lebih mendalam? Dengan perkataan lain, perlulah membongkar struktur-struktur dalam (vertical analysis) dari rumusan masalah dalam masing-masing kolom di atas (misalnya dengan menghubung-hubungkan mereka dengan anak-anak panah). Dalam hal ini, para peserta juga bisa bertitik tolak dari beberapa analitis (yang berguna pula untuk meninjau kembali hasil analisis), misalnya:

a. Politik:

- Bagaimanakah pembagian kuasa?

- Siapa yang mengambil keputusan?

- Siapa yang tidak diikutsertakan?

- Siapa yang diuntungkan oleh keputusan-keputusan itu? Siapa yang dirugikan?

- Bagaimana cara dan proses pengambil keputusan?

- Golongan dan kelompok masyarakat manakah (baik formal maupun informal) yang mempunyai pengaruh politis?

- Siapa yang memiliki dan mengawasi alat-alat kuasa (lembaga-lembaga hukum, polisi, tentara)? Peranan konstitusi?

- Pola organisasi dan wibawa (kuasa) manakah yang dianut?

- Dalam bentuk apa rakyat berpartisipasi dalam politik?

- Apakah ada aliran-aliran politik yang berbeda-beda?

- Siapa memperjuangkan ideologi mana dan tujuan politik mana?

- Bagaimanakah hubungan antara negara dan agama-agama?

b. Ekonomi:

- Bagaimanakah produksi (organisasi, teknologi), perdagangan, pembagian dan konsumsi barang-barang dan jasa-jasa diatur?

- Sistem dan kebijaksanaan ekonomi manakah yang diandalkan?

- Bagaimanakah hubungan antara modal dan tenaga kerja?

- Siapa yang diuntungkan oleh tata dan kebijakan ekonomi itu? Siapa yang dirugikan?

- Apakah peranan uang, bunga uang, dsb?

- Siapa yang menguasai sumber-sumber daya alam?

- Bagaimanakah pembagian milik harta?

- Siapa yang mempunyai sarana-sarana produksi (tanah, modal, teknologi, pendidikan)? Adakah konsentrasi kuasa ekonomi?

- Apa akibat-akibat dari cara prduksi dan konsumsi bagi lingkungan hidup dan alam?

- Sejauhmana ada pengaruh-pengaruh ekonomi internasional?

c. Sosio-budaya:

- Nilai-tradisi dan lambang manakah yang dianut dan diandalkan oleh masing-masing golongan masyarakat?

- Bagaimana semua itu tampak dalam bahasa sehari-hari?

- Agama daan idelogi mempunyai pengaruh apa?

- Nilai, ideologi dan “mitos” manakah yang menentukan politik dan ekonomi?

- Manakah sikap-sikap dan harapan-harapan pokok yang terdapat dalam masyarakat?

- Hubungan-hubungan sosial manakah yang paling penting dalam masyarakat? Dalam struktur dan institusi sosial mana hubungan tersebut diwujudkan?

- Apakah ada masalah-masalah sosial yang khusus?

8. Mencari kesamaan dan perbedaan antara hubungan-hubungan dalam itu (cross analysis) dengan membandingkan hasil analisis vertikal dalam masing-masing kolom. Sehubungan dengan itu bisa ditanyakan a.l:

§ Manakah ciri-ciri khas yang sama di semua bidang hidup masyarakat?

§ Apakah yang akhirnya memapankan masyarakat seluruhnya itu?

§ Adakah salah satu bidang atau segi yang sangat dominan?

§ Apakah ada ketegangan atau pertentangan antara satu bidang dengan bidang lainnya?

§ Apakah terdapat gejala ke arah konflik dan masalah yang harus dihadapi di masa depan?

§ Segi historis: bagaimana semua itu terjadi? Masa depannya?

9. Meninjau dimensi historis dari semua hasil analisis di atas, misalnya dengan bertanya:

- Bagaimana keadaan sekarang bisa diterangkan secara historis? Apakah ada periode, peristiwa-peristiwa dan saat-saat peralihan yang sangat penting?

- Apakah ada perubahan-perubahan besar dalam tahun-tahun terakhir ini? Apakah ada dinamika perkembangan tertentu dalam masing-masing bidang atau masyarakat keseluruhan?

- Ke arah masa depan tendensi apa saja yang terasa dan sudah tampak?

- Apa kiranya akan terjadi sepuluh tahun lagi kalau keadaan dewasa ini diteruskan saja dan tidak berubah?

- Apakah ada sumber-sumber daya cipta dan harapan?

10. Menyusun sekedar rangkuman hasil analisis, misalnya dengan merumuskan sejumlah tesis pokok (masing-masing 1-3 kalimat), yang merupakan semacam “hukum-hukum umum” (prinsip-prinsip yang dalam kenyataannya menentukan) di belakang keadaan atau masalah yang diselidiki. Tepat tidaknya tesis-tesis itu perlu ditinjau kembali terus menerus apakah sungguh berdasarkan dan sesuai dengan fakta dan data yang sudah dikumpulkan.

11. Meninjau kembali dan menyoroti secara kritis premis-premis nilai yang diutarakan oleh para peserta kelompok dalam tahap kedua. Dalam hubungan ini perlu diperiksa dan dibahas bersama-sama, dengan memperhatikan hasil analisis, apakah nilai-nilai itu memang “berguna, berarti, masuk akal dan dapat diwujudkan”. Sebagai titik tolak dapat diajukan pertanyaan seperti misalnya:

- Bagaimana saya mengalami kenyataan yang dianalisis itu?

- Bagaimana saya mengartikan dan menilainya?

- Di mana tempat saya dalam kenyataan itu?

Dari pertanyaan semacam itu akan timbul sejumlah keprihatinan manusiawi (yang seharusnya menantang orang-orang beriman untuk merumuskan keprihatinan iman mereka).

Berdasarkan refleksi itu, kelompok mencari kesepakatan tentang nilai dan tujuan konkret yang hendak dipegang dan diperjuangkan bersama-sama (usaha ini merupakan refleksi teologis kalau dijalankan berdasarkan iman).

Keputusan: apa yang bisa dibuat? Apa yang akan kita buat?

12. Menarik beberapa kesimpulan tentang apa yang ingin dan bisa diusahakan secara perorangan atau bersama-sama. Seberapa konkret kesimpulan itu, memang sangat tergantung dari bentuk analisis yang diadakan, yaitu apakah pertama-tama sebagai latihan ataukah sebagai usaha nyata dari suatu kelompok yang hidup atau bekerja bersama. Dalam menyusun suatu kebijakan atau program kerja perlu diperhatikan “apa yang yang dapat dijangkau”, mengingat bermacam-macam halangan dan hambatan yang selalu ada. Perlu juga perencanaan dengan strategi yang hendak ditempuh, prioritas-prioritas serta operasionalisasi dari semua itu.

Evaluasi: Sejauh mana tindakan yang diambil berhasil?

- Apa yang dicapai? Apa yang tidak berhasil?

- Manakah efek-efek sampingan yang tidak diinginkan?

- Mengapa ada kegagalan? Apakah ada kesalahan dalam analisis? Ataukah dalam perencanaan? Ataukah dalam pelaksanaan?

Rujukan:

J.B. Banawiratma, SJ dan J. Muller,SJ. 1993. Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan Sebagai Tantangan Hidup Beriman. Jakarta: Kanisius

Selasa, 28 April 2009

AL-QUR'AN



Al-Qur’an itu seperti lautan. Luas, dalam dan tak bertepi. Mengandung sejuta pesona dan keindahan. Al-Qur’an itu seperti matahari. Memancarkan cahaya tiada henti. Al-Qur’an itu seperti pohon. Daunnya rindang, akarnya menghunjam ke tanah, menghidangkan buah sepanjang masa. Al-Qur’an itu seperti mata air, selalu memancarkan air untuk kehidupan makhluk di muka bumi. Al-Qur’an itu seperti jalan tol, mengantarkan pengguna ke tempat tujuan secepatnya. Al-Qur’an itu seperti bintang, menjadi petunjuk para musafir di tengah gelapnya malam. Al-Qur’an itu seperti mercu suar, membantu menentukan arah bagi para pelaut. Al-Qur’an itu seperti api, menerangi dan membakar dan menggelorakan semangat hidup. Al-Qur’an itu seperti payung, melindungi diri dari terik matahari dan hujan.
Al-Qur’an adalah dunia di mana Muslim hidup.
Baca, tahu artinya, maknai tafsirnya, fahami maksudnya, kemudian amalkan!!!!

Minggu, 01 Maret 2009

WANITA MEMILIKI KEKURANGAN AKAL

Penelitian Islam tentang Mukjizatnya Sabda Rasulullah tentang Wanita
Oleh : Aziz Muhammad Abu Kholaf , Peneliti Islami.



Begitu banyak tuduhan-tuduhan negatif yang ditujukan kepada Islam, bahwa Islam tidak menghormati hak asasi perempuan (HAP), sehingga akhirnya pun banyak diadakan seminar-seminar, diskusi-diskusi, program-program "pemberdayaan" di berbagai tempat untuk mengusung tema ini. Dan tema yang diusung adalah seputar "Akal perempuan dan pandangan Islam tentang kurangnya akal perempuan".

Dan ini bisa dibuktikan dengan adanya hadits sah dari Rasulullah -yang termaktub di dalam shahihain, Bukhari dan Muslim- bahwasannya perempuan akalnya kurang. Maka, apakah yang akan mereka katakan bahwa itu adalah benar memang adanya? Dan apakah para perempuan memang memiliki akal yang kurang ? Dan apakah Rasulullah mensifati perempuan dengan sidat itu memang demikian maksudnya, ataukah justeru maksudnya kebalikan dari itu?



Hadits Kurangnya Akal Perempuan

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya:
Wahai wanita yang beriman seluruhnya, bershadaqahlah kalian semua, dan perbanyaklah kalian beristighfar, karena aku telah melihat bahwa mayoritas penghuni neraka adalah dari kalangan kalian". Maka seorang wanita pun menyela dan bertanya, "Kenapa kami menjadi penghuni neraka yang terbanyak?" Rasulullah bersabda, "Kalian banyak melaknat, dan kufur nikmat kepada suami-suami kalian, dan aku tidak melihat kelompok manusia yang kurangnya akal dan kurangnya agama kecuali dari kalian". Bertanya seorang wanita tadi, "Wahai Rasulullah, Apa kurang akalnya dankurang agamanya perempuan ?" Maka bersabdalah Rasulullah, "Adapun kurang akalnya perempuan adalah karena kesaksian dua orang perempuan sama dengan kesaksian seorang laki-laki, dan ini namanya kurang akalnya perempuan, dan kalian tidak shalat dan tidak puasa Ramadhan ketika datang haidh, dan ini pun kurangnya agama kalian, dan kalian mengingkari hak-hak suami kalian".

Hadits ini tidaklah mungkin kita fahami tanpa kita korelasikan dengan ayat Al-Qur'an yang mulia tentang perempuan menjadi saksi. Allah berfirman:
Maka ambilah dua orang laki-laki menjadi saksi, maka jika tidak tidak ada dua orang, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang kalian ridhai agamanya untuk menjadi saksi. Yang demikian itu agar

kalau salah seorangnya lupa, maka yang lain mengingatkannya (Q.S. Al-Baqarah: 282)



Pemahaman yang salah dari hadits ini:

Terbersit di dalam perpepsi sebagian orang yang eror dengan senang dan girang menjelekkan Islam. Mekeka menyimpulkan bahwa kurangnya akal perempuan adalah kurangnya kemampuan otak, daya fikir perempuan lemah di bandingkan laki-laki, Andai mereka mau memperhatikan hadits tersebut, tentu mereka akan menemukan jawabannya, yaitu bahwa salahnya kesimpulan mereka bahkan bertentangan dengan hadits itu sendiri. Rinciannya adalah sbb.:

  1. Disebutkan di dalam hadits tersebut tentang adanya seorang perempuan yang menyela Rasulullah dengan bertanya. Dan orang yang menyela tersebut sebagaimana penjelasan ulama adalah memiliki akal, fikiran, dan dewasa. Maka bagaimana mungkin perempuan ia memiliki kurang akal sedangkan pada saat yang sama ia dewasa dan punya fikiran?

  2. Rasulullah takjub dengan kemampuan perempuan dan bahwasannya seorang dari mereka bisa mengungguli seorang laki-laki yang cerdas sekalipun. Maka bagaimana mungkin ia dikatakan kurang akal padahal mengalahkan kecerdasan seorang laki-laki?

  3. Dialog tersebut adalah antara Rasulullah dengan wanita muslimah yang terkait dengan hukum-hukum Islam: kadar kesaksian wanita dan shalat, serta puasa. Lalu, andai ada seorang wanita kafir lagi cerdas lalu ia pun masuk Islam, apakah ia tiba-tiba menjadi kurang akalnya ?

Pemahaman-pemahaman yang demikian adalah karena mengambil sepotong-sepotong nash hadits dan tidak melihat kepada keseluruhan nash, ia tidak mengkorelasikan antar sebagian nash dengan sebagian nash lainnya, atau ayat Al-Qur'an. Padahal hadits tersebut hanya membicarakan tentang alasan kurangnya akal wanita, yaitu bahwa kesaksian dua orang wanita adalah sama dengan kesakisian seorang laki-laki. Dan ayat Al-Qur'an pun demikian, yang jika ada seorang perempuan saksi lupa, maka diingatkan oleh yang lainnya. Dan Al-Qur'an tidak menyatakan bahwa perempuan lemah akalnya, dan juga tidak menyatakan bahwa dibutuhkannya dua orang saksi perempuan karena daya fikir wanita lebih lemah daripada daya fikir laki-laki.



Apa yang dimaksud dengan Daya Fikir dan Akal ?

Daya fikir adalah aktivitas otak dengan bantuan data empirik sesuai dengan eksperien dan kecerdasan untuk mendapatkan tujuan, atau mendapatkan hujjah atau menghilangkan kendala.

Data empirik adalah sesuatu yang bisa dilihat atau disaksikan dan dibuktikan. Dan Eksperien adalah pengetahuan yang diperoleh manusia sesuai dengan fakta empirik dan melalui metodologi ilmiah.

Adapun kecerdasan adalah gambaran tentang kemampuan dasar otak yang ada pada manusia yang berbeda-beda tingkatannya. Daya pikir membutuhkan hujah/dalil untuk membantunya. Dan hal itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan menghilangkan kendala-kendala dan menghindarkan dari terjerumus dalam kesalahan dengan skill dan semangat untuk melakukannya.

Penjelasan tentang batasan daya fikir ini tidak berbeda antara laki-laki atau pun perempuan. Pun penjelasan ini tidak menunjukkan adanya perbedaan perolehan ilmu yang terkait dengan penelaahan otak, berfikir, dan belajar antara laki-laki dan perempuan dari aspek daya pikir dan belajar. Juga, tidak menunjukkan adanya perbedaan kemampuan otak dan kecerdasan, syaraf otak, cara memperoleh informasi, serta tidak ada keunggulan pada masing-masingnya kecuali hanya dalam hal-hal yang mempribadi.

Oleh karena itu, daya fikir bukanlah kemampuan akal atau kecerdasan semata, bahkan daya fikir lebih luas dari hal itu, termasuk di dalamnya hal-hal lain yang berjalan dalam tahapan berfikir ilmiah. Yaitu aktivitas yang terstruktur dan bukan sederhana. Sebagaimana demikian juga akal dalam perspektif Al-Qur'an dan Al-Sunnah adalah lebih luas daripada sekedar berfikir. Akan tetapi aktivitas berfikir yang ditujukan untuk beramal/beraktivitas. Oleh karena itu, kami akan memberikan catatan tambahan terhadap hadits di atas dengan penjelasan yang detail. yaitu bahwa kurangnya akal wanita adalah kurang dalam hal metode/tahapan berfikir ilmiah yang berpengaruh kepada fikiran, dan bukan pada kemampuan alami fikir itu sendiri atau kemampuan otak sebagaimana anggapan sebagian besar manusia.



Dimanakah Mukjizat Rasulullah tentang hadits ini?

Nash-nash Al-Qur'an dan Al-Sunnah tidak membedakan antara kemampuan akal laki-laki dengan kemampuan akal perempuan. Hal ini terlihat jelas dalam konteks pembicaraan iman secara umum, baik perempuan atau pun laki-laki. Ini bila kita kaitkan antara nash-nash yang membicarakan kecerdasan, kemampuan, pendapat-pendapat yang benar dari perempuan dalam sejumlah permasalahan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Oleh karena itu, tidak pernah ada secara ilmiah, adanya perbedaan kemampuan akal wanita dengan laki-laki. Dan nash Al-Qur'an dan Sunnah tidak bertentangan dengan hal ini. Maka, yang dimaksud dengan kurang akalnya perempuan sebagaimana yang disebutkan di dalam nash adalah bukan pada kemampuan akal. Sebab aktivitas berfikir adalah aktivitas yang terpaut dengan hal-hal lain dari kerja syarat, dan terkandung di dalamnya kemampuan akal, dan hal-hallain semisal data empirik dan eksperien/pengalaman.

Jika kita tilik pada ayat di atas, kita kan mendapatkan bahwa alasan dari hal itu adalah kadar kesaksian: bila lupa diingatkan. Dan lupa atau ingat adalah hal yang terkait dengan data empirik dan pengalaman. Dan ini sama antara laki-laki atau perempuan. Akan tetapi perempuan memiliki kekhususan-kekhususan, dimana ia banyak mengalami keadaan yang berbeda-beda "banyak mengalami siklus hidup", seperti siklus yang berkaitan dengan tubuhnya, perasaannya, dimana keduanya sangat berpengaruh kepada proses berfikirnya. Ini, bila kita kaitkan pada hadits tersebut yang berbicara tentang hukum-hukum Islam dalam masyarakat Muslim, dan wanita dihukumi sesuai tabiat dan kehidupan kesehariannya dalam masyarakat islami secara lebih khusus dimana pengalamannya lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki secara umum, apalagi pada moment yang memang wanita jarang berkecimpung di dalamnya.

Jadi, kurang akal di sini terkait dengan hal-hal lain, bukan kemampuan akal itu sendiri, sebagaimana yang difahami kebanyakan orang sehingga ia menghukumi sesuatu tanpa di landasi dengan analisis atau pemahaman yang benar.
Dan sudah datang masanya bagi mereka untuk kembali kepada pemahaman yang benar ini, dan adil di dalam mensikapi Islam dengan seadil-adilnya. Dan bagi wanita, maka berjalanlah mengikuti nash-nash tersebut dan yakinlah kepada Rabb kalian, yakinlah kepada agama kalian (Islam), dan berbanggalah dengan Islam ini.



Catatan:
Makalah ini adalah salah satu hasil penelitian yang panjang. Bagi yang mau melihat secara lebih lengkap, kami sudah ajukan ke "Muktamar Al-I'jaaz Al-Ilmiy fii Al-Qur'an", dan bisa diakses pada situs-situs di bawah ini:

1. http://www.islamway.com/bindex.php?section=articles&article_id=269
تنمية مهارات التفكير
2. http://www.islamway.com/bindex?section=articles&article_id=340
مواجهة المشاكل والتغلب عليها
3. http://www.lahaonline.com/Daawa/DaawaObsta/a2-30-02-1424.doc_cvt.htm
كيف واجهت أم المؤمنين عائشة حادثة الإفك؟

Penerjemah: Abu Muhammad ibn Shadiq ( Sabtu, 27122003M / 04111424H )

Selasa, 03 Februari 2009

Job Discription

JOB DISCRIPTION
( Program Kerja )

Program kerja adalah kumpulan dari berbagai kegiatan yang merupakan uraian dan penjabaran rencana program kerja.

Tujuan Job Discription

Senin, 02 Februari 2009

Perencanaa Pra Pelatihan

PERENCANAAN PRA PELATIHAN

langkah-langkah Fasilitator dalam mengelola pelatihan:
1. Apa yang menjadi kebutuhan kita?
- Analisis Kebutuhan ( Need Assismant) ada 4:
a. Apa yang dibutuhkan dalam organisasi?
b. Apa yang terjadi disana, situasi personal.
c. Apa yang dimiliki dalam organisasi tersebut?
d. Apa yang menjadi potensi dari kader ?

Need Assisment selanjutnya menjurus ke:
- Tujuan Pelatihan
- Materi Pelatihan, dalam pembuatan materi harus ada silabus materi.
- Kwalifikasi peserta, jumlah peserta harus dibatasi. kemampuan, jenjang peraderan dari peserta (TM 1, TM 2, TM 3, TM Utama).
- Kwalifikasi Pemateri dan Fasilitator harus disesuaikan dengan tujuan pelatihan.
- Evaluasi pra pelatihan/ pengkaderan.

Penentuan Pra Pelatihan:
a. waktu, pelatihan akan dilaksanakan kapan, dimana, berapa hari pelatihan akan dilaksanakan.
b. jadwal, dalam jadwal harus terangkum jam, alokasi waktu, tempat, fasilitator, moderator, pemateri, materi.
c. penyelenggaraan, penyelenggaraan dilaksanakan kapan, dimana ( tempat pelatihan harus disesuaikan dengan jenis pelatihannya). tempat sangat menentukan kondusif tidaknya pelatihan.
d. Pihak-puhak dalam Pelatihan:
- MOT ( Master Of Training ), tugasnya adalah memandu jalannya pelatihan dari awal hingga akhir pelatihan.
- FOT ( Face Of Training ), tuganya membantu MOT dalam memandu jalannya pelatihan.
- IOT ( Imam Of Training ), tuganya berkenaan dengan ritualitas ibadah, kajian, kultum.
- Fasilitator
- Tim Evaluator, tim ini bertugas menilai tingkat pemahaman peserta dari awal scraining, proses pelatihan, pasca pelatihan.
- Moderator, memandu jalannya pelatihan ketika materi disampaikan.
- Notulen, mencatat situasi saat materi berlangsung ( keadaan peserta, keaktifan peserta ( siapa yang aktif dan siapa yang tidak memperhatikan) serta meringkas materi yang disampikan oleh pemateri.

Instrumen Pelatihan:
- Lembar Evaluasi ( Pemateri, Peserta, Fasilitator)
- Daftar Hadir
- CurriculumVitae ( Peserta, Pemateri)
- Silabus materi
- Buku panduan
- TOR
- Block note
- Kertas plano
- Spidol
- LCD
- laptop

Prosedur Memfasilitasi:
a. Fasiliatator harus menguasai alur materi
b. Mampu memanagej forum, dengan tujuan:
- berjalan lancar
- kondusif
- Efisien
- disiplin
dengan mengawali:
* kontrak belajar
* pengelolaan struktur ( Pak lurah dan Bu lurah)
* menentukan metode komunikatif ( dialogis, empowers)
* menentukan metode belajar ( Andragogi= ceramah dan diskusi, Paedagogi= ceramah )
* gaya personal
c. Team work, team work harus dimanajement agar:
- terjadi keseimbangan atau adanya kontribusi kerja
- adanya kerjasama tim.
- menyamakan tujuan
- adanya Emosional Question
- paham dengan relasi (hubungan) orang-orang terkait dengan pelatihan.
d. Mampu memberikan suplemen-suplemen/ energizer
- GAME: Perkenalan, Ace Briker, Teknik penyampaian materi

Prinsip-prinsip Fasilitator:
- Sama-sama sebagai warga belajar
- Sebagai partner belajar

Diah Pranitasari (Ekstrainer TM III Magelang)

Rabu, 28 Januari 2009


Suatu ketika, seorang santri putra bertanya pada Ustadznya: Ya Ustadz, Ceritakan Kepadaku Tentang Akhwat Sejati…
Sang Ustadz pun tersenyum dan menjawab…Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sekedar jilbabnya yang lebar, tetapi dari bagaimana ia menjaga pandangan mata (ghudhul bashar), sikap, akhlak, kehormatan dan kemurnian islamnya….
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari kelembutan suaranya, tetapi dari lantangnya ia mengatakan kebenaran di hadapan laki2 bukan mahramnya…..
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari banyaknya jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya dengan anak2nya, keluarga dekatnya, para jama’ah, para tetangga dan orang2 di sekitarnya.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bagaimana ia dihormati di tempat ia bekerja tetapi bagaimana ia dihormati di dalam rumah tangganya…
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bagaimana ia pintar berhias dan memasak masakan yang enak2, tapi bagaimana ia bisa faham dan mengerti selera dan variasi makan suami dan anak2nya yang sebenarnya tidak rewel, pintar mengatur cash flow finansial keluarga, mengerti bagaimana berpenampilan menarik di hadapan suami dan selalu merasa cukup (qonaah) dengan segala pemberian dari sang suami di saat lapang maupun di saat sempit.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari wajahnya yang cantik, tetapi dari bagaimana ia bermurah senyum dan sejuk jika dilihat di hadapan suaminya dengan sepenuh hati tanpa dibuat2/dipaksakan.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari banyaknya ikhwan yang mencoba berta’aruf kepadanya, tetapi dari komitmennya untuk mengatakan bahwa sesungguhnya “Tidak ada kata “CINTA sebelum menikah.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari gelar sabuk hitam dalam olahraga beladirinya, tetapi dari sabarnya ia menghadapi lika-liku kehidupan…
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sekedar banyaknya ia menghafal Al-Quran, tetapi dari pemahaman ia atas apa yang ia baca/hafal untuk kemudian ia amalkan dalam kehidupan sehari2.
….setelah itu, Si Murid kembali bertanya…


“Adakah Akhwat yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, Ya Ustadz ?”
Sang Ustadz kembali tersenyum dan berkata: “Akhwat seperti itu ada, tapi langka.
Sekalipun ada, biasanya ia memiliki karakter khas antara lain; Sangat mencintai Allah dan RasulNya melebihi apapun, tidak lepas dari dunia da’wah (minimal di lingkungan sekitar tempat tinggalnya), hidup berjamaah tapi tidak dikenal ‘ashobiyah, tidak ingin dikenal-kecuali diminta/didesak oleh jama’ah (masyarakat), dari keturunan orang2 yang shalih/shalihat, berasal dari lingkungan yang sangat terpelihara, punya amalan ibadah harian, mingguan dan bulanan di atas rata2 orang kebanyakan, hidupnya sederhana namun tetap menarik dan bermanfaat buat orang lain, dikenal sebagai tetangga yang baik hati, sangat berbakti terhadap orang tua, sangat hormat kepada yang lebih tua dan sangat sayang terhadap yang lebih muda, sangat disiplin dengan sholat fardunya, rajin shaum sunnah dan qiyamullail & atau bisa jadi amalan ibadah terbaiknya disembunyikan dari mata orang2 yang mengenalnya, rajin memperbaiki istighfarnya (taubatan nashuha), rajin mendoakan saudara2nya terutama yang sedang dalam keadaan kesulitan atau sedang terdzolimi secara terang2an/tersembunyi, rajin bersilaturahim, rajin menuntut ilmu-mengaji- (terutama yang syar’i)/minimal rajin hadir di majlis ilmu dan mendengarkannya, senantiasa menambah/memperbaiki ilmunya dan menyampaikan semua ilmu yang ia ketahui setelah terlebih dahulu ia mengamalkannya, rajin membaca/menghafal alqur’an atau hadits dan buku2 yang bermanfaat, pintar/kuat hafalannya, sangat selektif soal makanan/minuman yang ia konsumsi, sangat perhatian terhadap kebersihan dan sangat disiplin sekali soal thaharah, sangat terjaga dari soal2 ikhtilat apalagi berkhalwat, jauh dari gosip-menggosip, lisan dan semua perbuatannya senantiasa terjaga dari hal2 yang sia2, zuhud, istiqomah, tegar, tidak takut/bersedih hati hingga berlarut2 melainkan sebentar (wajar), pandai menghibur dan pandai menutupi aib/kekurangan dirinya dan orang2 yang ia kenal, mudah memaafkan kesalahan/kekeliruan orang lain tanpa diminta dan tanpa dendam, ringan tangan untuk membantu sesama, mudah berinfak (bershadaqah), ikhlas, jauh dari riya, ujub, muhabahat, takabur dan tidak emosional, cukup sensitif tapi tidak terlalu sensitif (tidak mudah tersinggung), selalu berbuat ihsan dan muraqobatullah (selalu merasa dekat dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT baik di saat ramai maupun di saat sendirian), selalu berhusnudzon kepada setiap orang, benar2 berkarakter jujur (shiddiiq), amanah dan selalu menyampaikan yang haq dengan caranya yang terbaik (tabligh), pantang mengeluh/berkeluh kesah, sangat dewasa dalam menyikapi problematika kehidupan, mandiri, selalu optimis, terlihat selalu gembira dan menentramkan, hari2nya tidak lepas dari perhitungan (muhasabah) bahwa hari ini selalu ia usahakan lebih baik daripada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini, dan senantiasa pandai bersyukur atas segala ni’mat (takdir baik) serta senantiasa sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan (takdir buruk) dalam segala keadaan. Kapan pun dan di manapun..
Si Murid rupa2nya masih penasaran, dan bertanya kembali kepada Sang Ustadz. “Ya Ustadz, adakah cara yang paling mudah untuk mendapatkannya? atau minimal bisa mendapatkan seorang Akhwat yang mendekati profil Akhwat Sejati??
Sang Ustadz pun dengan bijak segera menjawabnya: “Ada, jika antum ingin mendapatkan Akhwat Sejati nan benar2 Shalihat sebagai teman hidup maka SHALIHKAN DAHULU DIRI ANTUM…!! karena InsyaAllah Akhwat yang shalihat adalah pada dasarnya juga untuk Ikhwan yang shaalih…

Jumat, 23 Januari 2009

Hubungan Manusia dan Tuhan Perspektif Islam

Juli 2, 2008

IDRUS AQIBUDDIN

PROLOG

Al-Qur’an adalah pengantar Kitab Allah SWT. yang diwahyukan kepada Rasul-Nya terakhir Muhammad saw, untuk memberi pedoman atau prinsip hidup kepada seluruh umat manusia sepanjang masa, yang menjamin akan mendatangkan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an mengkokohkan kebenaran-kebenaran yang pernah diwahyukan kepada para Rasul sebelumnya dan menjadi tolok ukur kebenaran ajaran kitab-kitab Allah sebelumnya. Dalam beberapa hal, Al-Qur’an mengganti ajaran-ajaran yang berlum pernah diajarkan di dalam kitab-kitab sebelumnya. Bahkan, Al-Qur’an memberikan koreksi terhadap kekeliruan-kekeliruan yang dialami oleh ummat beragama yang terdahulu dalam memahami ajaran-ajaran agama yang berasal dari wahyu Allah, atau kekeliruan-kekeliruan yang berasal dari konsep manusia.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang pertama kali diwahyukan, ketika Nabi Muhammad saw, sedang menyendiri (Tabannuts) di Gua Hira’, pada bulan Ramadhan ketika usia beliau mencapai 40 tahun (610), hanya terdiri dari 5 ayat, yang kemudian tercantum di dalam Al-Qur’an surat surat Al-‘Alaq ayat 1-51. lima ayat yang pertama kali diwahyukan itu berisi ajaran-ajaran dasar tentang Tuhan dan Manusia2.

Ayat pertama berisi penegasan tentang yang berhak diyakini sebagai Tuhan yaitu yang telah menciptakan alam semesta. Keteraturan alam dan keseragaman hukum-hukum alam, menunjukkan bahwa Tuhan yang menciptakannya hanyalah Tuhan Yang Maha Esa. Bagi alam semesta hanya ada satu Tuhan.

Ayat kedua berisi penegasan bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan, yang dalam proses kejadiannya didalam rahim ibu pernah berupa semacam ‘Alaq (semacam gumpalan darah yang bergantung atau bersarang pada dinding rahim). Ayat yang ketiga berisi tentang penegasan bahwa Tuhan yang menciptakan alam semesta, termasuk manusia, adalah Maha Pemurah.

Ayat keempat berisi tentang penegasan bahwa (diantara kepemurahan Tuhan yang menyertai ciptaan manusia ialah) Dia telah mengajarkan dengan pena. Manusia diciptakan dengan persiapan-persiapan yang akan dapat menggunakan pena sebagai alat tulis baca, guna menyatakan perasaan dan buah pikirannya kepada sesama. Dan ayat kelima berisi penegasan tentang bahwa dengan kemampuan menggunakan pena sebagai alat tulis baca itu, Tuhan mengajarkan manusia banyak hal yang semula tidak diketahuinya.

BAHASAN

  1. Batasan Manusia

Bagaimanakah sifat manusia dan seberapa besar potensi yang dimiliki manusia untuk berkembang adalah beberapa pertanyaan penting tentang manusia. Tentu saja pertanyaan itu paling tepat apabila diarahkan kepada siapa yang menciptakan manusia. Allah Azza wa jalla adalah tempat bertanya, karena Dialah sang Pencipta manusia (The Human Creator). Apa yang ada dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah jawaban Allah SWT, tentang apa, siapa dan bagaimana sesungguhnya manusia itu.

Proses Penciptaan Manusia.

  1. Penciptaan Ruh

Kapankah Ruh diciptakan? Berdasarkan pendapat yang dominan, sebagaimana disebutkan Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam buku Al-Ruh li Ibnul Qayyim berdasar beberapa hadist Nabi, Ruh diciptakan setelah penciptaan Adam di surga. Diisyaratkan dalam beberapa hadist bahwa ditangan Allah terdapat bermilyar-milyar ruh (calon) manusia. Manakala Allah mengusapkan tangan kanan dan tangan kiri-Nya ke punggung Adam, maka keluarlah ruh-ruh manusia itu. Sesudahnya Allah mengumpulkan mereka dan menanyai mereka. “Benarkah Aku Tuhan Kalian? Ruh-ruh manusia menjawab. ’Benar Engkau Tuhan kami’. Kami bersaksi”: Dalam Qur’an Surat Al-A’raaf; 172 yang artinya “Dan (Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari Sulbinya dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab; Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”

Di dalam kitab Al-Muwaththa’ Imam Malik menyampaikan bahwa pada suatu ketika Umar bin Khatab pernah ditanya tentang ayat, Dan (Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka. Maka Umar bn Khatab menjawab: aku pernah mendengar Rasulullah ditanya tentang ayat ini, lalu beliau menjawab: ”Allah menciptakan Adam kemudian mengusapkan tangan Kanan-Nya ke sulbi Adam, hingga dari sana keluar anak-anak keturunannya”.

Bahwa ruh yang ada dalam diri manusia merupakan Ruh Ilahi (The Spirit of God). Hanya manusialah makhluk yang dalam unsur penciptaannya terdapat Ruh Ilahi. Dengan ruh adanya ruh-Nya ini manusia memiliki potensi ketuhanan dalam dirinya. Maksudnya, dalam diri manusia melekat sifat-sifat dasar atau potensi-potensi dasar sebagaimana sifat-sifat yang dimiliki Allah.

Tentang Ruh ini, Allah berfirman bahwa manusia hanya memiliki pengetahuan yang jumlahnya sedikit.

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”

Penjelasan bahwa manusia memiliki ruh-Nya mengisyaratkan bahwa manusia telah memiliki unsur yang memungkinkan dirinya menyadari keberadaan Allah SWT3, dan karenanya menjadikannya tunduk dan patuh kepada Allah, selalu menjaga kesucian tauhid atau persaksian terhadap keesaan Allah.

  1. Penciptaan Jasad

Mengenai hal fisik-material di bumi, manusia diciptakan (hidup), terdapat manusia laki-laki dan manusia perempuan.

Hai manusia, sesungguhnnya kami menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan perempuan (QS. Al-Hujurat:13)

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur (Nuthfah Amsyaj) yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS. Al-Ihsan, 76:2)

Secara Badani (Jasad, Jism), awal kehidupan fisik manusia ditandai oleh hubungan seksual antara aki-laki dan perempuan. Diantara 200-300 juta sel sperma itu sekitar 400 diantaranya mencapai sel telur4. Jadi sel sperma itu harus bersaing satu sama lain. Hanya satu yang dipilih Allah untuk menjadi pemenang. Yang menjadi pemenang akhirnya bertemu dengan sel telur untuk melakukan pembuahan. Disinilah dimulai kehidupan fisik manusia.

  1. Ruh di Tiupkan ke Jasad

Menurut ‘Abdullah Ibnu ‘Abbas, saat calon bayi dalam rahim berusia 120 hari, Allah SWT dengan kekuasaan-Nya meniupkan ruh-Nya ke jasad manusia. Maka untuk pertama kalinya menyatulah ruh dan jasad. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, sebagaimana dikutip Muhammad Ali Akbar, pernah menyampaikan bahwa sebelum peniupan ruh, embrio telah memiliki gerakan atau persepsi. Ia mengandaikan gerakan embrio sebelum disatukan ruh seperti gerakan tanaman yang sedang tumbuh. Gerakan dan persepsinya tidak sadar. Ketika ruh ditiupkan ke jasad, gerakan dan persepsi menjadi sadar. Pada minggu ke-16 ibu hamil mulai merasakan tendangan anak yang ada dalam kandungan.

Sesudah peniupan ruh, Allah memerintahkan malaikat untuk menulis takdrnya diantara dua matanya. Hal ini secara jelas disampaikan hadis Nabi Muhammad. Nabi Muhammad bersabda: “Ketika Tuhan meniupkan ruh ke dalam jasad, malaikat yang mengurusi rahim bertanya; ‘Ya Tuhan, apakah anak laki-laki atau anak perempuan? Dan Tuhan menentukan apa yang dikehendaki-Nya. Maka malaikat menulis diantara kedua matanya apa saja yang akan dihadapi dalam hidupnya.”

  1. Batasan Tuhan (Allah SWT)

Manusia diciptakan Allah SWT, dengan tujuan yang mulia dan sama sekali bukan untuk main-main (QS. Ali Imran, 3:191, QS. Shaad,38: 27). Allah menciptakan manusia, tidak lain adalah agar manusia mengabdikan hidup kepada-Nya. Allah berfirman adalam Al-Qur’an:

Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi (beribadah) kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyaat,51: 56)

Allah SWT, Sang Pencipta Manusia (The Human Creator), menghendaki agar kehidupan manusia di dunia ini diarahkan untuk mengabdi pada-Nya. Untuk mewujudkan kehendak-Nya itu, Allah telah menancapkan dalam diri manusia kesediaan untuk menyembah-Nya atau meng-Esakan-Nya(QS. Al-A’raaf, 7: 172), yang secara implisitberisi kesediaan tunduk kepada-Nya. Dalam dimensi diri manusia yang paling dalam, dimensi ruh, tertanam keyakinan bahwa Allah-lah pusat kehidupan atau tempat berpaling bagi manusia. Agar dasar-dasar yang terbentuk dalam diri manusia itu terpelihara, maka Allah memberikan bimbingan dengan teks (dalam hal ini Al-Qur’an). Bagaimana dasar-dasar keimanan kepada Allah dalam diri manusia tersebut diamankan atau diwujudkan dalam kehidupan aktual manusia. Bimbingan Tuhan melalui kitab suci adalah cara yang digunakan Tuhan agar manusia selalu dalam posisi selalu mengembangkan sifat-sifat asalnya dalam bentuk mengabdikan hidup kepada-Nya.5

Beribadah kepada Allah dalam artian luas adalah melaksanakan hidup sesuai pedoman dan petunjuk Allah yang telah disampaiakn kepada ummat manusia dengan perantar rasul-rasul-Nya. Rasul-rasul Allah diutus dengan silih berganti, sejak Nabi Adam AS hingga yang terakhir Nabi Muhammad saw. Pedoman dan petunjuk Allah yang dibawakan oleh Nabi Muhammad merupakan tahapan terakhir dari pedoman dan petunjuk-Nya yang diperuntukan bagi seluruh umat manusia sepanjang masa.6

  1. Hubungan Manusia dan Tuhan

Hubungan manusia dalam hal pengabdian (Ibadah) kepada sang Pencipta itu diwujudkan agar manusia selalu berada dalam posisi mengabdikan diri kepada Sang Pencipta, ada dua tujuan hidup yang harus dilakukan manusia.

  1. Abdullah

Manusia menjadi ‘Abdullah atau manusia beribadah (mengabdi) kepada-Nya. Ibadah dapat diartikan sebagai wujud penyerahan total kepada Allah dengan melaksanakan apa yang menjadi perintah-Nya. Dalam pengertian sempit, beribadah adalah melakukan aktifitas-aktifitas ritual yang dilakukan degan penuh hikmat dan pemahaman, seperti Shalat, Zakat, Puasa, Haji, Dzikir. Dengan melakukan perintah-perintah Allah berupa Ibadah, diharapkan manusia memiliki kecenderungan untuk memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosial.

Semua Ibadah, yakni Sholat, Puasa, Zakat Haji dan sebagainya memiliki implisit sosial. Menurut Ismail R. Al-Faruqi dalam bukunya Tauhid, penyangkalan terhadap atau kelemahan dari, dimensi tersebut secara Ipso Facto membuat ritus-ritus itu menjadi batal. Misalkan, Haji yang berhasil akan mengantarkan pelakunya menjadi haji mabrur. Kemabruran seorang pelaku ibadah Haji, menurut Nurcholis Madjid dapat diketahui dari aktivitas-aktivitas sosial yang dilakukannya sesudah pelaksanaan Ibadah Haji. Bila ia menjadi lebih peduli dan memiliki kesediaan untutk membantu orang-orang yang ada sekelilingnya, maka ia memiliki tanda sebagai Haji Mabrur.

  1. Khalifah

Manusia menjadi khalifah (pemimpin) di bumi, dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, 2: 30)

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat; Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah dimuka bumi

Allah hendak menjadikan Khalifah di muka bumi, menurut M. Dawam Raharjo, khalifah adalah fungsi manusia yang mengemban amanat dari Tuhan (QS. Al-Ahzab, 33: 72). Apakah amanat Tuhan kepada Manusia? Tidak lain adalah memberikan pelayanan terhadap sesama makhluk denfan menyabarkan kasih sayagn terhadap sesama (Rahmatan lil-‘alamiin) dan ber-amar ma’ruf nahi munkar.

Hanya manusia –dan bukan makhluk lain- yang bersedia dan memiliki kemampuan untuk merealisasikan amanat sebagai wakil Tuhan. Tentang kesediaan manusia menerima amanat ini digambarkan oleh Al-Qur’an bahwa langit, gunung dan bumi menolak amanat itu, namun manusia menerimanya.

Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan di pikullah amanat itu oleh manusia” (QS. Al-Ahzab, 33: 72)

Menurut Ismail R. Al-Faruqi, syarat agar manusia dapat merealisasikannya adalah dengan kemerdekaan atau kebebasan. Manusia memiliki kemungkinan melaksanakannya atau tidak melaksanakannya, atau justru melakukan yang sebaliknya, atau melakukannya dengan setengah-setengah. Apabila manusia dapat melakukannya dengan baik, maka ia mengukuhkan dirinya sebagai makhluk yang berderajat paling tinggi diantara makhluk-makhluk yang berada di alam semesta ini. Rasul dan Nabi adalah contoh-contoh figur manusia yang mampu membuktikan kualitasnya sebagai khalifah dibumi dengan melakukan amanat sebaik-baiknya. Para orang-orang yng bersifat antagonis terhadap ajaran Rasul dan Nabi (Misalnya, Fir’aun, Qarun, dan sebagainya) adalah figur-figur yang telah tercatat sebagai khalifah di bumi yang gagal memenuhi amanat dari Tuhan.

Manusia sebagai makhluk pengemban amanah. Sebagai makhluk berkehormatan dan mempunyai kelebihan di atas kebanyakan makhluk Allah lainnya, manusia dipersiapkan untuk mengemban amanah (QS. Al-Ahzab:72). Diantara amanat yang diembankan kepada manusia ialah untuk memakmurkan kehidupan di bumi (QS. Hud: 61). Demikian tinggi kedudukan manusia di hadhirat Allah, Tuhan mengangkat manusia sebagai khalifah-Nya di bumi (QS. Al-Baqarah: 30)

Sebagai mahkluk pengemban amanah Allah, manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah Allah. Dari sini dapat dirumuskan bahwa manusia pada hakikatnya adalah “makhluk pengemban amanat yang bertanggungjawab”. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang tidak memerlukan penjelasan panjang. Hidup kita sehari-hari penuh dengan pengalaman-pengalaman yang menunjukkan bahwa sesungguhnya banyak hal yang terjadi pada manusia bukan berasal dari manusia sendiri. Menjadi laki-laki atau perempuan, memiliki bentuk badan dan rupa yang berbeda , berumur panjang atau pendek, kapan dan dimana seseorang akan meninggal, semuanya bukan hak yang dapat dipastikan terjadinya atas keinginan dan usaha manusia sendiri.

Manusia akan dimintai pertanggungjawabannya atas amanat yang dibebankan kepada Allah kelak diakhirat. Tanggungjawab manusia bersifat individual. Setiap orang bertanggungjawab atas segala perbuatan yang dilakukannya (QS. Ath-Thur: 21). Orang tidak dibebani dosa orang lain (Al- An’am: 164). Orang hanya akan memerik hasil amal perbuatan yang dilakukan sendiri (QS. An-Najm: 39).

Meskipun demikian, dimungkinkan orang ikut diminta bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan orang lain, yakni jika orang berpartisipasi dalam terjadinya perbuatan yang dilakukan orang lain itu.7

PENUTUP

Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah berfungsi terhadp Allah. Fungsi manusia terhadap Allah bertumpu pada ajaran yang menegaskan bahwa Jin dan Manusia diciptakan Allah agar mereka beribadah (mengabdi) kepada-Nya.

Seluruh umat manusia diperintahkan untuk menganut agama Allah yang telah paripurna itu, sebagaimana ditegaskan didalam Al-Qur’an surat Al-A’raf: 158. Fungsi manusia terhadap Allah menuntut agar manusia memenuhi perintah Allah tersebut. Meskipun demikian, karena akhirnya kelak manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah,manusia diberi kebebasan untuk menerima (mukmin) atau menolak agama Allah yang telah paripurna itu. (QS. Al-Kahfi: 29) Tetapi diperingatkan, bahwa orang yang menganut agama selain Islam yang telah paripurna itu akan tergolong orang-orang yang mengalami kerugian, karena agama selain Islam tidak akan diterima Allah (QS. Al-Imran: 85).

Agama Allah yang telah paripurna mengajarkan ‘Aqidah secara jelaws dan tuntas. Ber-Tuhan hanya kepada Allah, sebab hanya Allah sajalah yang berhak diyakini sebagai Tuhan. Ber-Tuhan hanya kepada selain Allah berarti mempersekutukan Allah dengan yang lain. Beribadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Cara melaksanakan ibadah yang telah diatur secara rinci di dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah wajib ditaati tanpa perubahan, tambahan dan pengurangan.

Berakhlak atas dasar nilai-nilai yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Tidak dibenarkan menentukan sendiri nilai akhlaq yang sifatnya relatif, situasional, kondisional. Bermu’amalah pun dilakukan sesuai dengan pedoman, petunjuk dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Manusia dibenarkan menentukan brbagai macam cara bermu’amalah, sepanjang tidak terdapat ketentuan-ketentuan secara jelas di dalam Al-Qur’an dan Al-Sunah. Tetapi harus tetap berpedoman pada nilai-nilai dasar Al-Quran-Al-Sunnah.

DAFTAR PUSTAKA

  • AL-Qur’anul Karim. “Al-Qur’an dan Terjemahannya”. Departemen Agama R.I

  • Djumhan, Bastaman, Hanna. “Integritas Psikologi dengan Islam (Menuju Psikologi Islam)”. Pustaka pelajar, Yogyakarta, 1997.

  • Makalah, Azhar Basyir, Ahmad. “Mengungkap Fitrah Manusia dalam Agama Islam”.

  • _______, Raharjo, Dawam. ”Pandangan Al-Qur’an Tentang Manusia”.

  • Nashori, Fuad. “Potensi-potensi Manusia (Seri Psikologi Islam)”. Pustaka Pelajar, 2003

1 Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Hal. 1079

2 Ahmad Azhar Basyir, M.A. dalam makalah seminarnya tentang Fitrah Manusia dalam Perspektif Agama”. Disampaikan di Gedung Muhammadiyah Yogyakarta. …… mengungkapakan bahwa proses manusia dalam surat Al-‘Alaq, manusia adalah ciptaan Tuhan yang dalam proses kejadiannya ada dalam rahim ‘Alaq. Setelah pemrosesan manusia dan ditiupkan roh, maka diturunkan ke dunia dalam keadaan ketidakpahaman dan kemudian diberilah manusia itu dengan persiapan-persiapan didunia yakni Pena sebagai alat tulis dan baca agar memahami dan menyatakan perasaan dan buah pikirnya semua ciptaan Tuhan alam semesta.

3 Prof. Drs. M. Dawam Raharjo, Pandangan Al-Qur’an Tentang Manusia, Hal.18

4 Editor; Mukhatib MD. “Pesantren Mengkritisi KB dan Aborsi”. Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF) Yogyakarta. Hal. 6

5 M. Dawam Raharjo, Hal 9-10

6 Editor; Yunahar Ilyas dan Muhammad Azhar.” Pendidikan dalam perspektis Al-Qur’an”. Hal 11

7 Ahmad Azhar Basyir, M.A. Hal. 10


Pendidikan Profetik Versi Kuntowijoyo

Juli 2, 2008

PENDAHULUAN

Sebagai agen perubahan sosial, pendidikan Islam yang berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi, dewasa ini dituntut untuk mampu memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Kehadirannya diharapkan mampu membawa perubahan dan kontribusi yang berarti bagi perbaikan ummat Islam, baik pada dataran intelektual teoritis maupun praktis.

Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari ekses negatif globalisasi. Tetapi yang paling urgen adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas (liberating force) dari himpitan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi (Syafi’i Ma’arif). Kandungan materi pelajaran dalam pendidikan Islam yang masih berkutat pada tujuan yang lebih bersifat ortodoksi diakibatkan adanya kesalahan dalam memahami konsep-konsep pendidikan yang masih bersifat dikotomis; yakni pemilahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum (sekuler), bahkan mendudukkan keduanya secara diametral.

Dari pendidikan Islam yang masih cenderung bersifat dikotomis yang selama ini terpisah secara diametral, yakni pendidikan yang hanya menekankan dimensi transendensi tanpa memberi ruang gerak pada aspek humanisasi dan liberasi dan pendidikan Islam yang hanya menekankan dimensi humanisasi dan liberasi dengan mengabaikan aspek transendensi. Dalam teori sosialnya Kuntowijoyo (alm) Ilmu Sosial Profetik.

PEMBAHASAN

Profetik berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai makna Kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi1. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan. Dalam sejarah, Nabi Ibrahim melawan Raja Namrud, Nabi Musa melawan Fir’aun, Nabi Muhammad yang membimbing kaum miskin dan budak belia melawan setiap penindasan dan ketidakadilan. Dan mempunyai tujuan untuk menuju kearah pembebasan. Dan tepat menurut Ali Syari’ati “para nabi tidak hanya mengajarkan dzikir dan do’a tetapi mereka juga datang dengan suatu ideologi pembebasan”.

Secara definitif, pendidikan profetik dapat dipahami sebagai seperangkat teori yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial, dan tidak pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan dapat mengarahkan perubahan atas dasar cita-cita etik dan profetik. Kuntowijoyo sendiri memang mengakuinya, terutama dalam sejarahnya Islamisasi Ilmu itu -dalam rumusan Kunto- seperti hendak memasukan sesuatu dari luar atau menolak sama sekali ilmu yang ada2. Dia mengatakan: “saya kira keduanya tidak realistik dan akan membuat jiwa kita terbelah antara idealitas dan realitas, terutama bagi mereka yang belajar ilmu sosial barat. Bagaimana nasib ilmu yang belum di Islamkan? Bagaimana nasib Islam tanpa Ilmu?. Dengan ungkapan seperti ini, Kuntowijoyo tidak bermaksud menolak Islamisasi ilmu, tapi selain membedakan antara ilmu sosal profetik dengan Islamisasi Ilmu itu sendiri, juga bermaksud menghindarkan pandangan yang bersifat dikotomis dalam melihat ilmu-ilmu Islam dan bukan Islam.

Secara normatif-konseptual, paradigma profetik versi Kuntowijoyo (alm) didasarkan pada Surar Ali-Imran ayat 110 yang artinya: “Engkau adalah ummat terbaik yang diturunkan/dilahirkan di tengah-tengah manusia untuk menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah”.

Terdapat tiga pilar utama dalam ilmu sosial profetik yaitu; amar ma’ruf (humanisasi) mengandung pengertian memanusiakan manusia. nahi munkar (liberasi) mengandung pengertian pembebasan. dan tu’minuna bilah (transendensi), dimensi keimanan manusia. Selain itu dalam ayat tersebut juga terdapat empat konsep; Pertama, konsep tentang ummat terbaik (The Chosen People), ummat Islam sebagai ummat terbaik dengan syarat mengerjakan tiga hal sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut. Ummat Islam tidak secara otomatis menjadi The Chosen People, karena ummat Islam dalam konsep The Chosen People ada sebuah tantangan untuk bekerja lebih keras dan ber-fastabiqul khairat. Kedua, aktivisme atau praksisme gerakan sejarah. Bekerja keras dan ber-fastabiqul khairat ditengah-tengah ummat manusia (ukhrijat Linnas) berarti bahwa yang ideal bagi Islam adalah keterlibatan ummat dalam percaturan sejarah. Pengasingan diri secara ekstrim dan kerahiban tidak dibenarkan dalam Islam. Para intelektual yang hanya bekerja untuk ilmu atau kecerdasan an sich tanpa menyapa dan bergelut dengan realitas sosial juga tidak dibenarkan. Ketiga, pentingnya kesadaran. Nilai-nilai profetik harus selalu menjadi landasan rasionalitas nilai bagi setiap praksisme gerakan dan membangun kesadaran ummat, terutama ummat Islam. Keempat, etika profetik, ayat tersebut mengandung etika yang berlaku umum atau untuk siapa saja baik itu individu (mahasiswa, intelektual, aktivis dan sebagainya) maupun organisasi (gerakan mahasiswa, universitas, ormas, dan orsospol), maupun kolektifitas (jama’ah, ummat, kelompok/paguyuban). Point yang terakhir ini merupakan konsekuensi logis dari tiga kesadaran yang telah dibangun sebelumnya3.

Pendidikan Islam yang sekaligus sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional. Secara ideal, pendidikan Islam bertujuan melahirkan pribadi manusia seutuhnya. Dari itu, pendidikan Islam diarahkan untuk mengembangkan segenap potensi manusia seperti; fisik, akal, ruh dan hati4. Segenap potensi itu dioptimalkan untuk membangun kehidupan manusia yang meliputi aspek spiritual, intelektual, rasa sosial, imajinasi dan sebagainya. Rumusan ini merupakan acuan umum bagi pendidikan Islam, yang akhir tujuannya adalah pencapaian kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan Islam ingin membentuk manusia yang menyadari dan melaksanakan tugas-tugas ke-khalifahan-nya dan terus memperkaya diri dengan khazanah ilmu pengetahuan tanpa batas serta menyadari pula betapa urgentnya ketaatan kepada Allah SWT sebagai Sang Maha Mengetahui dan Maha Segalanya. Dalam Surat Al-Baqarah disebutkan pada ayat: 269 yang artinya: ”Tidaklah berdzikir kecuali ulul albab”. Disini, ada proposional antara dzikir dan fikr dalam sebuah cita-cita pendidikan Islam. Artinya, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia beriman dan berilmu pengetahuan, yang satu sama lainnya saling menunjang (S.S, Husein dan S.A, Ashraf: 1979).

Dalam mewujudkan cita-cita pendidikan Islam, muncul berbagai problematika dalam pendidikan Islam. Diantaranya krisis dalam pendidikan Islam karena muncul adanya Dikotomi epistemologi antara Ilmu agama (akhirat) dan ilmu umum (dunia), antara Ilmu modern barat dan Ilmu tradisional Islam. Selain itu, disebabkan pula oleh sistem pendidikan Islam yang hanya dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan yang bersifat formal dan mengabaikan idealisme yang mencerminkan proses-proses pemenuhan tugas-tugas kemanusiaan. Indikasi tersebut cukup jelas, dengan terlihat munculnya dua tipologi pendidikan Islam yakni, Pendidikan Islam tradisional dan Pendidikan Islam modern.

Pada dasarnya tujuan umum pendidikan Islam, menurut Prof. M. Athiyah Al-Abrasyi menyimpulkan lima tujuan umum yang asasi. Diantaranya yaitu; Pertama. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia5. Bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, dan untuk mencapai akhlak sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya. Kedua, persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan diakhirat. Pendidikan Islam menaruh penuh untuk perhatian kehidupan tersebut, sebab memang itulah tujuan tertinggi dan terakhir pendidikan. Ketiga, persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Islam memandang, manusia sempurna tidak akan tercapai kecuali memadukan antara ilmu pengetahuan dan agama, atau mempunyai kepedulian (concern) pada aspek spiritual, akhlak dan pada segi-segi kemanfaatan. Keempat, menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (co-riosity) dan memungkinkan untuk mengkaji ilmu sekedar ilmu6. Kelima, menyiapkan pelajar dari segi profesional.

Pendidikan yang berwawasan kemanusiaan mengandung pengertian bahwa pendidikan harus memandang manusia sebagai subjek pendidikan. Oleh karena itu, starting point dari proses pendidikan berawal dari pemahaman teologis-filosofis tentang manusia, yang pada akhirnya manusia diperkenalkan akan keberadaan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Pendidikan yang berwawasan kemanusiaan tidak berpretensi menjadikan manusia sebagai sumber ikatan-ikatan nilai secara mutlak (antroposentris), karena di Eropa pada abad pertengahan menjadikan ilmu murni dan teknologi teistik justru membawa malapetaka di abad modern ini, dimana kepribadian manusia menjadi terpisah-pisah di dalam jeratan dogma materialisme yang mengaburkan nilai kemanusiaan. Padahal pendidikan itu sarat akan nilai dan harus berarsitektur atau landasan moral-transendensi.

Jika kegagalan pendidikan dalam rangka memaksimalkan peran profetiknya karena tidak dapat menempatkan manusia sebagai subjek pendidikan dalam setting teologis-filosofis. Jadi bukan sebagai objek pendidikan, yang menurut Paulo Freire dikatakan sebagai konsep bank7. Oleh karena itu, pendidikan harus kembali pada missi profetik, yaitu memanusiakan manusia (Humanisasi), berijtihad / pembebasan (liberasi), dan keimanan manusia (transendensi).

PENUTUP

Pendidikan pada hakekatnya merupakan pross memanusiakan manusia (humanizing human being). Karena itu, semua treatment yang ada dalam praktek pendidikan mestinya selalu memperhatikan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan dengan fitrah, sebagai mahkluk individu yang khas, dan sebagai mahluk sosial yang hidup dalam realitas sosial yang majemuk. Untuk itu, pemahaman yang utuh tentang karakter manusia wajib dilakukan sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Namun demikian, dalam realitasnya banyak praktek pendidikan yang tidak sesuai dengan missi tersebut.

Kenyataan bahwa proses pendidikan yang ada cenderung berjalan monoton, indoktrinatif, teacher-centered, top-down, mekanis, verbalis, kognitif dan misi pendidikan telah misleading. Tidak heran jika ada kesan bahwa praktek dan proses pendidikan Islam steril dari konteks realitas, sehingga tidak mampu memberikan kontribusi yang jelas terhadap berbagai problem yang muncul. Pendidikan (khususnya agama) dianggap tidak cukup efektif memberikan memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah. Karena itu, banyak gagasan muncul tentang perlunya melakukan interpretasi dan reorientasi, termasuk melakukan perubahan paradigma dari praktek pendidikan yang selama ini berjalan.

Pendidikan harus dimaknai sebagai upaya untuk membantu manusia mencapai realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaannya. Dengan pengertian ini, semua proses yang menuju pada terwujudnya optimalisasi potensi manusia, tanpa memandang tempat dan waktu, dikategorikan sebagai kegiatan pendidikan. Sebaliknya, jika ada praktek yang katanya disebut pendidikan ternyata justru menghambat berkembangnya potensi kemanusiaan dengan berbagai bentuknya, maka ini justru bukan praktek pendidikan. Hanya saja, harus disadari bahwa memang ada perbedaan metode atau strategi antara satu dengan lainnya, namun mestinya perbedaan tersebut hanya sebatas teknis pelaksanaan, bukan pemaknaan tentang pendidikan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

  • Rosyadi Khoiron, “Pendidikan Profetik”, Pustaka Pelajar, Cet. I, 2004, Yogyakarta

  • Shofan Mohammad “Pendidikan Berparadigma Profetik (Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam)”, IRCiSoD bekerjasama dengan UMG Press, Cet. I , 2004, Yogyakarta

  • Kuntowijoyo (Alm), “Muslim Tanpa Masjid”, Bandung: Mizan, 2001

  • Banawi Imam, “Segi-segi Pendidikan Islam”, Al-Ikhlas, 1987, Surabaya

1 Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, Bandung: Mizan, 2001 hal.357

2 Moh. Shofan, “Pendidikan Berparadigma Profetik (Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam )”, IRCiSoD, Yogyakarta, Hal.131

3 Ibid, hal.365

4 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hal.04

5 Al-Ghazali mengatakan: tujuam murid dalam mempelajari segala ilmu pengetahuan pada masa sekarang adalah kesempurnaan dan keutamaan jiwanya. (Al-Ghazali, MIzanul amal 1961). Dikutip dari Zainuddin, Seluk beluk Pendidikan dari al-ghazali, jakarta,1991, hal.44

6 Al-Ghazali mengatakan: apabila engkau mengadakan penyelidikan terhadap ilmu engetahuan, maka engau akan melihat kelezatan padanya. Oleh karena itu, tujuan mempelajari ilmu pengetahuan adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri (Al-Ghazali, ihya’Ulumiddin I:13),. Pernyataan itu menyiratkan kesan bahwa penelitian, penalaran, dan pengkajian yang mendalam dengan mencurahkan tenaga dan pikiran (Ijtihad) adalah mengandung kelezatan intelektual kepada mereka dalam mencari hakikat ilmu pengetahuan. Ibid, hal.42

7 Paulo Freire, “Pendidikan Kaum Tertindas”, Cet. 2 LP3ES, Jakarta, 1991, hal.49


Sebuah Dinamika Penggerak Menuju Pelantikan

Juni 30, 2008

KM3 adalah sebuah nama yang kadang bisa juga di buat guyon, ada yang mengatakan KM3 itu singkatan dari kilo meter tiga, ada yang lebih estrim lagi dengan menamai KM3 dengan sebutan korp mahasiswa mencla-mencle, apa artinya? orang Jawa pasti tahu artinya. Tapi semua itu hanyalah guyonan bahkan itu adalah sapaan dan simbol keakraban dari teman-teman sendiri.

KM3 masih dalam status yang membingungkan dikalangan teman-teman yang lain terutama teman-teman IMM, mereka mempertanyakan status KM3. Jangankan teman-teman yang lain, teman-teman anggota kepengurusan KM3 sendiripun masih banyak yang bertanya status KM3 sendiri. KM3 Itu ortom atau hanya sekedar bentuk komunitas dakwah yang membutuhkan sebuah wadah? Banyak sekali frame yang berbeda tentang status KM3 itu sendiri.

Kalau kita membicarakan soal status KM3 di Muhammadiyah, memang belum jelas, tapi yang bisa sedikit dijelaskan disini hanya KM3 adalah follow up dari Pelatihan Nasional Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah yang setiap tahunnya diadakan oleh Majalis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, terus bagaimana kedudukannya di muhammadiyah?

KM3 bukanlah ortom tapi KM3 selama ini adalah pembantu bapak-bapak MTDK PP Muhammadiyah untuk menjalankan roda dakwah, yang lebih kongkrit adalah membantu MTDK dalam melaksanakan dan mengadakan Pelatihan Nasional Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah. Selama ini 4 tahun ini, karena Pelatihan Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah baru dilaksanakan 6 kali, terakhir dilaksanakan di Makasar dan Bengkulu.

Anggota KM3 kebanyakkan dari teman-teman IMM dari berbagai PTM dan PTN yang ada di Jogjakarta, Anggota KM3 Jogjakarta merupakan alumni Pelatihan Mubaligh yang diadakan oleh MTDK PP Muhammadiyah dan juga ada beberapa teman-teman IMM yang tertarik untuk berpartisipasi dan masuk sebagai anggota cultural KM3 karena mereka masih belum mengikuti pelatihan mubaligh, oleh karena itu mereka disebut sebagai anggota cultural. tapi kami tidak membedakan antara yang sudah atau yang belum mengikuti pelatihan mubaligh, karena kami yakin teman-teman yang mau bergabung bersama KM3 mempunyai jiwa dakwah yang tinggi dan mau berjuang di Muhammadiyah khsususnya dan untuk umat Islam pada umumnya. Dengan masuk sebagai anggota KM3 bukan berarti anggota KM3 tidak aktif lagi dalam IMM, tapi dengan adanya KM3 dirasa dapat membangun tali silaturrohim antara anggota IMM seluruh Jogjakarta dalam bidang dakwah.

Oleh karena itu, untuk melegalkan dan memperjelas susunan struktural pengurus KM3 yang ada di jogjakarta, pengurus KM3 Jogjakarta merasa perlu diadakannya sebuah pelantikan kepengurusan. Kegiatan ini insya Allah akan diadakan pada hari Sabtu, 5 Juli 2008, pukul 09.00 di Gedung PP Muhammadiyah Jl.Cik Ditiro. Selain kegiatan pelantikan, pada hari yang sama juga akan diadakan pembahasan mengenai deklarasi KM3 serta program kerja KM3 per bidang. Pengurus KM3 akan dilantik oleh Bapak – bapak MTDK PP Muhammadiyah. Acara pelantikan ini akan turut mengundang IMM Cabang se-DIY, Korkom, DPD IMM serta perwakilan IRM Wilayah. Diwajibkan untuk seluruh anggota KM3 untuk hadir dalam pelantikan ini.