Jumat, 21 Mei 2010

Makalah Darul Arqam Nasional MPK PP Muhammadiyah



Kader Muhammadiyah
Dalam Perkembangan Persyarikatan
Oleh
Diah Pranitasari 1



I. Pendahuluan

Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa persyarikatan Muhammadiyah adalah satu organisasi sosial kemasyrakatan Islam modern yang terbesar diseluruh Dunia Islam. Disamping itu juga tidak dapat disangkal bahwa keberhasilan kiprah amaliah Muhammadiyah dibidang pendidikan dan pelayanan sosial kepada masyarakat sangat besar kalau tidak hendak dikatakan luar biasa. Dalam usianya yang menginjak 98 tahun, Muhammadiyah telah memiliki lebih dari tiga belas ribu sekolah dari jenjang endidikan TK, SD, SLTP, sampai SMU, juga madrasah diniyah dan madrsah mualimin / mualimat serta pondok pesantren. Belum terhitng lebih dari enam puluh perguruan tinggi dan akademi.

Dalam bidang pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, Muhammadiyah telah memiliki lebuh dari empat ratus unit usaha yang berupa rumah sakit umum, poloklinik, panyi asuhan yatim piatu, pos santunan sosial serta lebih dari tiga ribu masjid.

Hal ini perlu dicatat bahwa dalam prestasi Muhammadiyah yang gemilang itu dicapai melalui pendekatan terbuka, ramah & bersahabat dengan semua pihak, dan menempuhjalan yang dibenarkan oleh Undang-undang yang berlaku serta tidak bersikap tertutup dan eksklusif. dari semua keberhasilan perjuangan Muhammadiyah ini salah sati kunci utamanya adalah sikap yang steady dan konsisten dengan maksud pendirian persyarikatan.
Hal yang terjadi sampai pada waktu kini bahwa Muhammadiyah sebagai pesyarikatan tetap berada di tempat sebagai organisasi sosial kemasyarakatan. Para warganya diberi kebebasan untuk menyalurkan aspirasi polotik yang ada tanpa kenladi atau titipan dari organisasi. Dengan demikian kader-kader Muhammadiyah terdapat dimana-mana, di Eksekutif dan legislatif, baik pusat maupun daerah, tanpa adanya friksi terbuka antara sesama mereka dan mereka dengan persyarikatan.
( Fattah, hlm 3.)

II. Suatu Kekhawatiran

Muhammadiyah adalah satu gerakan Islam modern, sadar sepenuhnya bahwa diantara sebab utama dari kemunduran dan kterbelakangan umat Islam, termasuk umat islam di Indonesia adalah kebodohan mereka, khususnya dalam ilmu-ilmu non agama. Oleh karena itu Muhammadiyah merintis pendirian lembaga-lembaga pendidikan umum untuk anak-anak masyarakat islam yang cenderung berpendirian bahwa yang harus dimiliki oleh putra-putri mereka adalah pengetahuan agama semata. Kalau sebagian besar umat islam mendikotomikan ilmu umum dengan ilmu agama lalu menanggapi budaya barat dengan uzlah atau isolasi diri dan menolak bersentuhan dengan segala bentuk yang berbau barat, maka Muhammadiyah sebaliknya, Muhammadiyah mencoba untuk tidak menolak sepenuhnya dengan memfilternya. Justru persyarikatan ini hendak mengajarkan pemuda-pemudi Islam dengan ilmu-ulmi pengetahuan yang merupakan rahasia keunggulan barat dan umat islam (Ibid, hlm:3-4) yang pada hakikatnya ilmu tersebut adalah ilmu yang berasal dari peradaban Islam zaman klasih yang kemudian dipelajari dan diadopsi oleh bangsa Barat.

Namun ditengah-tengah kemajuan uang begitu cemerlang ini, ada satu kekjawatiran melihat gejala-gejala disana-sini dalam lingkungan Muhammadiyah di berbagai tingkatan dan unit, gejala ini tumbuh karena adanya kecenderungan krisi identitas dan pergeseran-pergeseran motivasi dan militansi dalam ber- Muhammadiyah ( Hasyim, hlm: 90)

III. Peran kader di Muhammadiyah

Muhammadiyah yang dikenal sebagai gerakan Islam Modernis di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan dalam memberikan jawaban atas problem umat ketika organisasi yang didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan tahun 1912 ini mampu memberikan solusi-solusi keagamaan atas persoalan-persoalan aktual kehidupan dan kemoderenan awal abad kedua puluh ini. Amal usaha Muhammadiyah merupakan bukti dari Islam bercorak Transformatif yang katual ini. Menjelang abad kedua puluh ini Islam Transformatif yang ditawarkan Muhammadiyah sungguh menghadapi tantangan-tantangan baru.

Tantangan Muhammadiyah kedepan ialah kemampuan untuk menawarkan Islam transformatif yang terjebak pada modernisme yang cendering bersifat adhoc dan prgmatis, padahal selama ini hal-hal yang bersifat ad hac dan pragmatis itu menjadi main-stream dalam Muhammadiyah. Pada posisi yang cenderung pragmatis itu Muhammadiyah kemudian menghadapi dilema yang tidak sederhana. Bahkan Muhammadiyah dituntut untuk berpijak pada komitmen misi dan identitas dirinya tetapi pada saat yang bersamaan dituntut pula untuk keluar dari ketergantungna pragmatisme padahal secara bersama-sama dituntut untuk menjawab persoalan-persoalan aktual dalam kehidupan umat dan bangsa.(Nashir, hlm: 100)

Pada saat ini pula timbul gerakan baru yang tampil bukan sekadar memperjuangkan Ummat dan negara tetapi kepentingan sendiri maupun kelompok dengan paham ajaran atau ideologinya, baik yang bercorak moderat maupun radikal. “Kecenderungan gerakan baru merupakan konsekuensi logis dari era keterbukaan, yang semuanya mengklaim untuk membangun tatanan baru dalam kehidupan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Namun tidak bisa diingkari bahwa keberadaan gerakan-gerakan tadi juga dapat melahirkan fragmentasi sosial baru yang tidak tertutup kemungkinan menimbulkan konflik aliran dan kepentingan antar sesama komponen bangsa, termasuk di tubuh umat Islam”

Bagi Muhammadiyah kehadiran gerakan-gerakan baru tersebut tentu semakin mendorong semangat fastabiq al-khairat untuk terus membangun kualitas umat dan bangsa. “Muhammadiyah dalam menguatkan identitas harus bersifat kontekstual dalam dinamika zaman dan kontekstual dalam dinamika politik bangsa yang berkembang pada saat ini. ( www.muhammadiyah.or.id/index.php)

Disisi lain Muhammadiyah juga harus dapat menjadi kekuatan positif bagi kader-kader Muhammadiyah dengan melakukan penguatan Identitas Kader Muhammadiyah, Kader muhammadiyah harus mampu memadukan logika dengan retorika ketika berbicara di forum umum dan kader Muhammadiyah harus menjadi Pioner-pioner yang menjadi ukhwahtul hasanah bagi kader-kader lainnya.( www.muhammadiyah.or.id/index.php)

kader sering diartikan hanya sebagai seorang calon pemimpin saja. Dalam batas-batas tertentu pengertian itu memnag benar, tetapi sebenarnya kader mempunya pengertian yang lebih luas dari pada itu. Kader adalah kelompok maunusia yang terbaik karena terdidik atau terlatih yang merupakan inti atau tulang punggung daro kelompok yang lebih besar dan terorganisir secara permanen. Dengan demikian, seorang kader mempunyai tugas pokok untuk mengembangkan organisasi dan sekaligus menghndarkan ideologi dari kemungkinan distorsi. (Djazman, hlm: 13-14)

Kader Muhammadiyah dalam hal ini Angkatan Muda Muhammadiyah yang lahir dari kandungan orde baru dan modernisme akan semakin mesasakan betapa sulit menghadapi kehidupan yang sarat pergumulan itu sebagai kader yang membawa spirit misi Muhammadiyah, kader Muhammadiyah dituntut untuk mampu mengemban misi dakwah Islam yang bersifat profetik, tetapi juga sebagai pelaku-pelaku kehidupan, para kader senantiasa dituntut untuk bertarung dalam proses kehidupan yang terlanjur serba pragmatis, jika tidak mampu memelihara kamitmen dan identitas diri, maka kemungkinan jalan ekstrim yang dipilih, jalan pertama melarikan diri keduania pinggiran dalam berbagai pola keberagaman yang serba eksklusif atau sebaliknya menjadi pelaku-pelaku” terjun bebas” dengan payung pragmatisme. ( Nasyir, hlm:101)

Kaderisasi sebagai salah satu jalan bagi Muhammadiyah untuk melangsungkan gerakannya, tidak terlepas dari dilema yang dipaparkan di muka, di satu pihak kaderisasi merupakan proses yang spesifik untuk melahirkan sumberdaya manusia yang menjadi pelaku-pelaku dakwah Muhammadiyah, bahkan menjadi kekuatan inti gerakan Muhammadiyah yang memiliki kemitmen dalam mengemban misi persyarikatan. ( Ibid, hlm:101)

Penutup

Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang semakin membesar dari waktu-ke waktu yang kadang bisa di katakan sebuah negara dalam negara memerlukan sekelompok orang yang besedia berfikir dan gigih mempertahankan militansinya untuk mewujudkan misi Muhammadiyah di masa mendatang.


Daftar Pustaka

1.Djazman, Mohammad. 1989. Muhammadiyah Peran Kader dan pembinaannya. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
2.Hasyim, Umar. 1990. Muhammadiyah Jalan Lurus Dalam Tajdid, Dakwah, Kaderisasi dan Pendidikan, Kritik dan terapinya. Surabaya: Pt. Bina ilmu.
3.Nashir, Haedar. 1999. Muhammadiyah Menuju Millenium III. Yogyakarta: Pustaka SM
4.Santosa, Fattah, M.A. 2000. Muhammadiyah: Pemberdayaan Umat?. Surakarta: Muhammadiyah university press.
5.www.muhammadiyah.or.id/index.फ्प